Kisah Nurhasida: Perempuan 21 Tahun dengan Keterbatasan yang Menemukan Kasih Sayang di Rumah Warga Desa Marioritengngah
GHS NEWS.ID | Soppeng- — Di tengah kesibukan kehidupan masyarakat yang terus bergerak, sebuah kisah kemanusiaan yang menyentuh datang dari Desa Marioritengngah, Kecamatan Marioriwawo. Kisah tentang Nurhasida, seorang anak berusia 21 tahun yang hidup dengan kondisi kelainan tidak dapat berbicara dan keterbelakangan mental, namun tetap memiliki senyum polos yang mampu menggugah hati siapa pun yang melihatnya.
![]() |
| Foto Nurhasidah |
Sehari-hari, Nurhasida hidup dalam keterbatasan. Namun, di balik itu semua, ia telah menemukan tempat bernaung yang penuh ketulusan. Adalah Nur Hikmah, warga desa setempat, yang dengan lapang dada menerima Nurhasida tinggal di rumahnya. Bukti nyata bahwa kepedulian masih hidup di tengah masyarakat.
Saat ditemui media, Nur Hikmah tak mampu menyembunyikan rasa sayangnya kepada anak tersebut. Ia bercerita bahwa kehadiran Nurhasida justru membuatnya merasa bertanggung jawab untuk memberikan perhatian yang mungkin tak pernah dirasakan anak itu sebelumnya.
“Anak ini saya suruh tinggal di rumah. Apa yang saya makan, itu juga yang dia makan. Saya anggap dia sebagai anak sendiri,” ungkap Nur Hikmah "
Menurutnya, sejak tinggal di rumah, Nurhasida mulai menunjukkan perubahan kecil—lebih tenang, merasa aman, dan tak jarang tersenyum ketika diajak berinteraksi. Meski tidak dapat berbicara, sikap dan gerak tubuhnya menjadi bahasa yang hanya dipahami oleh orang-orang yang dekat dengannya.
Namun demikian, merawat anak dengan kondisi khusus tentu bukan hal yang mudah. Selain perhatian penuh, kebutuhan harian Nurhasida juga membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar. Karena itulah, Nur Hikmah berharap siapa pun yang tergerak hatinya dapat memberikan bantuan, sekecil apa pun bentuknya.
Bukan hanya persoalan materi, tetapi lebih kepada bentuk solidaritas sosial dan kepedulian bahwa masih ada sesama yang membutuhkan uluran tangan.
“Kalau ada warga yang tergugah hatinya, bisa dibantu dengan keikhlasan. Sekecil apa pun bantuan, insya Allah menjadi amal dan pahala,” tambahnya.
Kisah Nurhasida bukan sekadar potret tentang keterbatasan, tetapi juga tentang kemanusiaan, cinta kasih, dan ketulusan yang tumbuh di tengah desa. Bahwa di dunia yang serba cepat ini, selalu ada ruang untuk kepedulian—ruang di mana seseorang yang tak memiliki hubungan darah sekalipun mampu memberi cinta yang begitu tulus.
Semoga kisah ini menjadi pengingat bahwa kebaikan sekecil apa pun tetap berarti besar bagi mereka yang membutuhkan.
Redaksi)

