GHSNEWS.ID | SELAYAR — Ratusan unit sepeda motor dan mobil memadati kawasan agen premium minyak dan solar (APMS) di Jalan Pahlawan, Benteng, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.
Pengendara mobil dan sepeda motor mulai terpantau memadati kawasan APMS Jln. Pahlawan, Kota Benteng, sejak pukul 07.00, Minggu, (25/5) pagi. Antrian kendaraan mulai mengular sejak hari, Sabtu, (24/5) malam.
Situasi yang sama, terjadi hampir setiap pengiriman dan pendistribusian kuota BBM dari PT. Pertamina (Persero).
Berbeda dengan stasiun pengisi bahan bakar umum (SPBU) di daerah lain yang rata rata dipadati oleh masyarakat umum serta pengendara angkutan penumpang dan barang, agen premium minyak dan solar (APMS) di Kabupaten Selayar, justeru didominasi oleh pedagang pengecer dan penjual bensin botolan menggunakan tangki modifikasi.
Ironisnya, meski sudah berulangkali keluar masuk kawasan APMS, pihak pengelolah, tetap melayani dan memberikan jatah bbm yang semestinya lebih banyak dinikmati oleh masyarakat umum.
Transaksi pengisian bahan bakar minyak (BBM) menggunakan tangki modifikasi yang sudah berlangsung selama bertahun tahun, tak jarang berimbas pada tiba tiba langka dan menghilangnya stock bbm di pasaran.
Kondisi ini turut dipicu oleh munculnya dugaan kegiatan distribusi bahan bakar minyak (BBM) ke pedagang bensin eceran menggunakan drum plastik yang diangkut keluar area APMS dengan mobil box kotak tertutup menyerupai armada kampas barang perusahaan.
Oknum pengelolah agen premium minyak dan solar juga disinyalir telah bertahun tahun melakukan proses distribusi solar ke sejumlah pelaku industri di Kabupaten Selayar.
Akibatnya, kuota bahan bakar minyak (BBM) yang diberikan PT. Pertamina (persero), nyaris tidak pernah cukup dan selalu habis lebih awal di luar target waktu.
Parahnya lagi, karena bbm eceran di luar kota, malah dibandrol diatas harga eceran tertinggi (HET) yang dikeluarkan secara resmi oleh PT. Pertamina. (Persero).
Harga bensin botolan di sejumlah wilayah desa dan pedalaman dibandrol dengan harga yang bervariasi mulai dari angka Rp. 15.000,- sampai Rp. 20.000,- perbotol.
Warga nelayan pesisir pun ikut meradang dan merasakan efek dugaan penyalahgunaan bahan bakar solar yang disebut sebut lebih banyak didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan segelintir oknum pengusaha industri lokal.
Selain merasa kesulitan untuk mendapatkan solar, warga nelayan yang akan turun melaut, terkadang harus merongoh kocek dalam dalam untuk bisa menebus BBM dengan harga tinggi dan fantastis.
Nelayan bahkan, tidak jarang harus memesan serta membeli bahan bakar minyak jenis solar, lintas provinsi, atau kabupaten kota tetangga, sebut saja, Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Kota Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dikirim melalui jalur laut dengan memanfaatkan kapal kayu angkutan barang. (R/01)